Hidayatullah.or.id – Ormas Islam Hidayatullah terus mengembangkan potensi wakaf keummatan untuk menggenjot kiprah dakwah, pendidikan dan pemberdayaan sosial persyarikatan ini. Kepala Bidang Pelayanan Umat Pimpinan Pusat (PP) Hidayatullah Tasyrif Amin mengatakan banyak pondok pesantren dikelola oleh ormas Hidayatullah berasal dari wakaf.
Khusus wakaf uang, jelas Tasyrif, pengelolaannya diserahkan kepada Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Mal Hidayatullah (Laznas BMH).
Laznas BMH merupakan lembaga legal nasional yang menerima wakaf, mayoritas berupa benda, seperti tanah dan bangunan. Tasyrif menuturkan, kendala wakaf tanah adalah soal sertifikasi. Rata-rata tanah yang mereka terima di daerah belum memiliki sertifikat.
“Sebelum bisa kami gunakan, tanah yang diwakafkan harus kami urus sertifikatnya,” kata Tasyrif seperti juga dikutip Republika, beberapa saat lalu.
Sementara, wakaf uang yang diserahkan masyarakat ke Laznas BMH juga diputar untuk kegiatan usaha keummatan dan pemberdayaan, seperti bantuan dana wirausaha dan minimarket.
“Kami berusaha profesional dan terbuka seperti lembaga-lembaga serupa milik organisasi Islam lain,” ujar Tasyrif. Kendati demikian, beliau mengatakan belum mendata sepenuhnya berapa jumlah wakaf uang yang sudah diserahkan masyarakat ke Hidayatullah.
Tasyrif memperkirakan wakaf uang masih sedikit. Sebab, sebagian besar wakaf yang Hidayatullah dapatkan merupakan wakaf berupa benda, baik bangunan maupun tanah.
Sementara itu, dalam pernyatannya belum lama ini Badan Wakaf Indonesia (BWI) akan mempercepat pertumbuhan wakaf uang. Menurut Wakil Ketua BWI Mustafa Edwin Nasution, potensi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp 3 triliun, namun yang tergali masih sangat kecil.
Dalam kurun tiga tahun terakhir, BWI baru memperoleh Rp 3,7 miliar. Ini tergolong kecil. “Hanya sepersepuluh dari potensi yang ada,” kata Mustafa akhir tahun lalu. Dana ini digunakan untuk membantu pendidikan taman kanak-kanak di berbagai perkampungan.
Alokasi lainnya adalah pembangunan rumah sakit ibu dan anak di Serang, Provinsi Banten. BWI berencana meningkatkan penghimpunan dengan menggiatkan pengelolaan wakaf melalui baitul maal wa tamwil (BMT). Alternatif lainnya lewat koperasi jasa keuangan syariah.
Belum lama ini, BWI baru melakukan uji kelaikan dan kepatutan 38 BMT yang akan menjadi pengelola wakaf uang. Dari target 100 BMT, lembaga ini baru menyetujui delapan unit. Ada syarat ketat yang diterapkan pada BMT yang akan mengelola wakaf uang.
Di antara syaratnya, memiliki aset minimal Rp 3 miliar, sudah beroperasi minimal lima tahun, dan hasil pengelolaan BMT sudah bisa dilihat. BWI menargetkan 100 BMT yang menjadi pengelola wakaf uang bisa terwujud tahun depan.
Jika total anggota 100 BMT itu mencapai 500 ribu orang dan setiap orang berwakaf Rp 1.000 per hari maka terkumpul Rp 1 miliar hanya dalam dua hari. “Hal terpenting, BMT bisa mengelolanya dengan amanat. Ini langkah memakmurkan masyarakat,” kata Mustafa.
BMT yang dipilih tersebar di berbagai wilayah agar wakaf uang mampu melahirkan kemakmuran lebih luas. “Jadi, konsepnya pengembangan komunitas,” kata Mustafa. BWI berperan memastikan pengelolaan wakaf uang sesuai syariat dan transparan.
Mustafa mengatakan, uang wakaf tidak boleh habis, seperti halnya benda wakaf lainnya. Maka, pengelolanya pun tidak boleh sembarangan. Ia juga mengatakan, kesiapan masyarakat mengelola wakaf uang masih menjadi kendala. Ini yang harus segera diatasi BWI. (rep/ybh/hio)
Khusus wakaf uang, jelas Tasyrif, pengelolaannya diserahkan kepada Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Mal Hidayatullah (Laznas BMH).
Laznas BMH merupakan lembaga legal nasional yang menerima wakaf, mayoritas berupa benda, seperti tanah dan bangunan. Tasyrif menuturkan, kendala wakaf tanah adalah soal sertifikasi. Rata-rata tanah yang mereka terima di daerah belum memiliki sertifikat.
“Sebelum bisa kami gunakan, tanah yang diwakafkan harus kami urus sertifikatnya,” kata Tasyrif seperti juga dikutip Republika, beberapa saat lalu.
Sementara, wakaf uang yang diserahkan masyarakat ke Laznas BMH juga diputar untuk kegiatan usaha keummatan dan pemberdayaan, seperti bantuan dana wirausaha dan minimarket.
“Kami berusaha profesional dan terbuka seperti lembaga-lembaga serupa milik organisasi Islam lain,” ujar Tasyrif. Kendati demikian, beliau mengatakan belum mendata sepenuhnya berapa jumlah wakaf uang yang sudah diserahkan masyarakat ke Hidayatullah.
Tasyrif memperkirakan wakaf uang masih sedikit. Sebab, sebagian besar wakaf yang Hidayatullah dapatkan merupakan wakaf berupa benda, baik bangunan maupun tanah.
Sementara itu, dalam pernyatannya belum lama ini Badan Wakaf Indonesia (BWI) akan mempercepat pertumbuhan wakaf uang. Menurut Wakil Ketua BWI Mustafa Edwin Nasution, potensi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp 3 triliun, namun yang tergali masih sangat kecil.
Dalam kurun tiga tahun terakhir, BWI baru memperoleh Rp 3,7 miliar. Ini tergolong kecil. “Hanya sepersepuluh dari potensi yang ada,” kata Mustafa akhir tahun lalu. Dana ini digunakan untuk membantu pendidikan taman kanak-kanak di berbagai perkampungan.
Alokasi lainnya adalah pembangunan rumah sakit ibu dan anak di Serang, Provinsi Banten. BWI berencana meningkatkan penghimpunan dengan menggiatkan pengelolaan wakaf melalui baitul maal wa tamwil (BMT). Alternatif lainnya lewat koperasi jasa keuangan syariah.
Belum lama ini, BWI baru melakukan uji kelaikan dan kepatutan 38 BMT yang akan menjadi pengelola wakaf uang. Dari target 100 BMT, lembaga ini baru menyetujui delapan unit. Ada syarat ketat yang diterapkan pada BMT yang akan mengelola wakaf uang.
Di antara syaratnya, memiliki aset minimal Rp 3 miliar, sudah beroperasi minimal lima tahun, dan hasil pengelolaan BMT sudah bisa dilihat. BWI menargetkan 100 BMT yang menjadi pengelola wakaf uang bisa terwujud tahun depan.
Jika total anggota 100 BMT itu mencapai 500 ribu orang dan setiap orang berwakaf Rp 1.000 per hari maka terkumpul Rp 1 miliar hanya dalam dua hari. “Hal terpenting, BMT bisa mengelolanya dengan amanat. Ini langkah memakmurkan masyarakat,” kata Mustafa.
BMT yang dipilih tersebar di berbagai wilayah agar wakaf uang mampu melahirkan kemakmuran lebih luas. “Jadi, konsepnya pengembangan komunitas,” kata Mustafa. BWI berperan memastikan pengelolaan wakaf uang sesuai syariat dan transparan.
Mustafa mengatakan, uang wakaf tidak boleh habis, seperti halnya benda wakaf lainnya. Maka, pengelolanya pun tidak boleh sembarangan. Ia juga mengatakan, kesiapan masyarakat mengelola wakaf uang masih menjadi kendala. Ini yang harus segera diatasi BWI. (rep/ybh/hio)
0 Response to "Hidayatullah Maksimalkan Wakaf Umat untuk Dakwah dan Pemberdayaan"
Post a Comment