MEDAN | DNA - Wakaf pohon kelapa perlu lebih dibudayakan karena memiliki potensi besar dalam memberdayakan ekonomi masyarakat kurang mampu dan untuk membangun fasilitas pendidikan dan rumah ibadah.
"Wakaf tidak melulu harus identik dengan tanah atau uang, tapi bisa juga dalam bentuk pohon yang bernilai ekonomis antara lain, pohon kelapa, pohon sawit atau pohon bernilai ekonomis lainnya dan inilah yang perlu dibudayakan karena punya potensi besar,"kata Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Al Umry, SH, Mhum dalam temu ilmiah di FH UMSU Medan.
Dia mengakui, wakaf pohon masih asing di telinga sebagian masyarakat karena selama ini yang dikenal hanya wakaf tanah atau wakaf tunai. Namun di daerah Asahan, masyarakatnya sudah lama mempraktekan wakaf pohon, khususnnya pohon kelapa.
Menurut Umry, apa yang dipraktekan masyarakat Asahan bisa jadi contoh menarik karena praktek wakaf pohon kelapa yang diterapkan ternyata cukup berhasil. Berdasarkan data yang diterbitkan Kementerian Agama Kabupaten Asahan tahun 2010, total wakaf pohon kelapa yang berhasil dikumpulkan di seluruh kecamatan mencapai 21.586 pohon. Bahkan bila diibuat asumsi setiap satu hektar ditanam 120 pohon, maka terdapat lahan wakaf pohon lebih kurang 179 hektar.
"Dari wakaf pohon kelapa tersebut telah digunakan untuk membangun puluhan masjid, mushola serta lembaga pendidikan yang tersebar di 25 kecamatan," katanya.
Wakaf pohon itu sendiri ungkapnya, bisa dikelola langsung masyarakat melalui nazir masjid dan pengelola lembaga pendidikan dengan sistem temporer. Maksudnya pohon kelapa yang diwakafkan hanya bersifat sementara dan akan dikembalikan begitu pembangunan sekolah atau rumah ibadah yang direncanakan selesai.
Sayangnya jelasnya, wakaf pohon kelapa yang diterapkan masyarakat Asahan masih bersifat sporadis sehingga potensi besar yang ada tidak tergali secara maksimal. Pola wakaf seperti ini ternyata juga belum banyak diterapkan di daerah lain, meskipun punya potensi besar untuk diterapkan secara nasional.
Untuk itu tambah dia, perlu peran pemerintah untuk ikut terlibat dalam mendorong praktek wakaf pohon, bukan hanya pohon kelapa, tapi pohon bernilai manfaat ekonomi lainnya, sawit, karet dan sebagainya. "Wakaf pohon bisa disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing dan hasilnya akan sangat luar biasa bila pola wakaf pohon bisa diterapkan secara nasional," tegasnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum UMSU, Farid Wajdi, SH Mum mengungkapkan, ide wakaf pohon sangat relevan dengan situasi dan isu pelestarian lingkungan terkait masalah "global warming". Dengan kata lain wakaf pohon bisa menjadi dorongan bagi setiap orang untuk ikut berkontribusi dalam pemberdayaan ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. "Akan sangat luar biasa bila dalam setiap keluarga tumbuh pemikiran untuk mewakafkan satu pohon," katanya.
Untuk itu,tambah dia, perlu juga belajar dari Thailand yang sukses memuliakan tanaman. Hal ini berangkat dari kepedulian raja atau pemerintah yang mendorong masyarakat untuk menanam pohon yang pada gilirannya membangkitkan semangat untuk menghasilkan bibit-bibit tanaman unggul. "Karena itu diharapkan peran pemerintah agar wakaf pohon bisa dipraktekkan secara nasional", tegasnya.
"Wakaf tidak melulu harus identik dengan tanah atau uang, tapi bisa juga dalam bentuk pohon yang bernilai ekonomis antara lain, pohon kelapa, pohon sawit atau pohon bernilai ekonomis lainnya dan inilah yang perlu dibudayakan karena punya potensi besar,"kata Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Al Umry, SH, Mhum dalam temu ilmiah di FH UMSU Medan.
Dia mengakui, wakaf pohon masih asing di telinga sebagian masyarakat karena selama ini yang dikenal hanya wakaf tanah atau wakaf tunai. Namun di daerah Asahan, masyarakatnya sudah lama mempraktekan wakaf pohon, khususnnya pohon kelapa.
Menurut Umry, apa yang dipraktekan masyarakat Asahan bisa jadi contoh menarik karena praktek wakaf pohon kelapa yang diterapkan ternyata cukup berhasil. Berdasarkan data yang diterbitkan Kementerian Agama Kabupaten Asahan tahun 2010, total wakaf pohon kelapa yang berhasil dikumpulkan di seluruh kecamatan mencapai 21.586 pohon. Bahkan bila diibuat asumsi setiap satu hektar ditanam 120 pohon, maka terdapat lahan wakaf pohon lebih kurang 179 hektar.
"Dari wakaf pohon kelapa tersebut telah digunakan untuk membangun puluhan masjid, mushola serta lembaga pendidikan yang tersebar di 25 kecamatan," katanya.
Wakaf pohon itu sendiri ungkapnya, bisa dikelola langsung masyarakat melalui nazir masjid dan pengelola lembaga pendidikan dengan sistem temporer. Maksudnya pohon kelapa yang diwakafkan hanya bersifat sementara dan akan dikembalikan begitu pembangunan sekolah atau rumah ibadah yang direncanakan selesai.
Sayangnya jelasnya, wakaf pohon kelapa yang diterapkan masyarakat Asahan masih bersifat sporadis sehingga potensi besar yang ada tidak tergali secara maksimal. Pola wakaf seperti ini ternyata juga belum banyak diterapkan di daerah lain, meskipun punya potensi besar untuk diterapkan secara nasional.
Untuk itu tambah dia, perlu peran pemerintah untuk ikut terlibat dalam mendorong praktek wakaf pohon, bukan hanya pohon kelapa, tapi pohon bernilai manfaat ekonomi lainnya, sawit, karet dan sebagainya. "Wakaf pohon bisa disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing dan hasilnya akan sangat luar biasa bila pola wakaf pohon bisa diterapkan secara nasional," tegasnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum UMSU, Farid Wajdi, SH Mum mengungkapkan, ide wakaf pohon sangat relevan dengan situasi dan isu pelestarian lingkungan terkait masalah "global warming". Dengan kata lain wakaf pohon bisa menjadi dorongan bagi setiap orang untuk ikut berkontribusi dalam pemberdayaan ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. "Akan sangat luar biasa bila dalam setiap keluarga tumbuh pemikiran untuk mewakafkan satu pohon," katanya.
Untuk itu,tambah dia, perlu juga belajar dari Thailand yang sukses memuliakan tanaman. Hal ini berangkat dari kepedulian raja atau pemerintah yang mendorong masyarakat untuk menanam pohon yang pada gilirannya membangkitkan semangat untuk menghasilkan bibit-bibit tanaman unggul. "Karena itu diharapkan peran pemerintah agar wakaf pohon bisa dipraktekkan secara nasional", tegasnya.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete